kajian lontar kekawin sad ripu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam lontar sad ripu menceritakan tentang kekaguman
seorang pengarang terhadap kemahakuasaan ida sang hyang widhi wasa dalam wujud
siva natha raja, yang sanggup mengendalikan seluruh alam. Beliau merupakan inti
sari dari pikiran dan merupakan cikal bakal dari kesadaran. Beliau mampu
mengadakan baik buruk, beliau selalu dicari-cari namun tak dapat difikirkan,
dan tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Karena rasa kagumnya
pengarang tersebut selalu menyembah arca paduka batara nataraja, selalu memohon
pengampunan atas segala papa dan selalu meminta anugrah dan memohon agar
dijauhkan dari segala mala petaka dan dapat dijernihkan fikirannya sehingga
beliau bisa mengarang kekawin yang ada pada lontar sad ripu dengan rasa utama
(ketulua iklasan)
Dalam lontar tersebut
lebih banyak menceritakan tentang sad ripu (enam musuh yang ada dalam diri
manusia) yang bisa menyebabkan kehancuran bagi manusia itu sendiri. Maka dari
itu segala nafsu keinginan, rasa dengki atau iri hati, rasa sombong, mabuk,
kemarahan dan kebingungan tentang mana yang baik dan yang buruk harus dapat
hindari dan ditekan keberadaanya dalam diri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kajian Lontar Kekawin Sad Ripu
“Sad Ripu” berasal dari dua suku kata
yaitu Sad yang artinya enam, ripu
artinya musuh yang ada pada diri kita masing-masing.jadi Sad Ripu merupakan
enam Musuh yang ada dalam diri manusia. Pada dasarnya manusia menginginkan apa
yang disebut kesucian itu. Maka pada saat sadar manusia menyadari dirinya dan
ingin berbuat baik serta tidak ingin dikatakan menjadi orang yang tidak baik.
Namun demmikian, oleh karena adanya musuh-musuh didalam diri manusia itu
masing-masing yang selalu dan setiap saat dapat timbul, bila kesadaran
seseorang menurun yang biasa menimbulkan perbuatan-perbuatan manusia kearah
perilaku yang tidak terpuji yang disebabkan oleh pengaruh musuh-musuh itu yang
ada dalam diri manusia, maka sangatlah perlu musuh-musuh itu bukannya terdapat
diluar diri kita saja, tapi musuh yang paling berbahaya adalah musuh yang
terdapat daam diri kita sendiri.
Dalam
Lontar Kekawin Sad Ripu menyebutkan
tentang keenam musuh yang terdapat pada diri manusia tersebut yaitu pada zang
III.3,4
Zang
III.3
Wroeh
ngwang jan tjatajaden tekap sang adikara kawi, ja ta linampoening nghoeloen /
dening harsa roemengoeaken goerit I sang kawi nipoena/ pinanditèng langö/ jèki
karananing mangö tjoematakamrih aniroe – niroe solahing kawi/ wanten sad ripoe
satroe sang jati lana , ja tika katekanèng palambange
Artinya :
Sadar hamba jika hamba
dihina oleh sang pujangga besar mudah-mudahan hamba bisa diampuni dan hamba
ikhlaskan. Oleh karena hamba senang mendengarkan gita/nyanyian sang kawi suci:
sangat pintar di dalam mengarang hal itulah yang menyebabkan hamba yang hina
ini sangat ingin meniru laksana sang kawi. Ada enam musuh di dalam hati selalu
memusuhi orang yang mencari keselamatan. Jika tidak tahu dengan akibatnya bisa
menyebabkan kegelapan dan membuat kenerakaan.
Zang
III.4
Nahan
tèki wilangnia, sadripoe kajatnakena tekapi sang, soedarmika kajatnakena tekapi
sang soedarmika/ ndan lwirnièking hala. Sia nidira, baja, tresna, ngoenijoeni
sira tatan temang/ dwèsa, genep pwa wilangnia sad ripoe hanèng hati,
lanamoesoeh ing mapèt hajoe/ jan tan weroeh ring pamignanèki magawè peteng anemahaken
swatapaka
Artinya :
Demikianlah bilangan
Sadripu yang dijelaskan oleh beliau Sudarmika yang memiliki kedarman utama dan
di waspadai selalu oleh Sudarmika. Namun yang disebut sebagai penyebab bahaya,
malas, kebahayaan, keterikatan, dari dulu beliau tidak menjumpai. Ditambah
dengan kemarahan lengkap sudah bilangan Sadripu yang ada dalam hati, selalu
memusuhi pda yang sedang mencari keselamatan. Jika tidak tahu dengan
penangkalnya dapat menyebabkan kegelapan dan menjadikan diri papa.
Adapun keenam musuh yang ada dalam diri
manusia ini dimaksud ialah :
2.1.1 Kama ( Nafsu, Keinginan )
Kama
yang dimaksud dalam sad ripu ini
adalah nafsu atau keinginan yang bersifat negatif. Manusia memang harus
memiliki keinginan, tanpa keinginan hidup ini akan terasa datar sekali. Akan
tetapi keinginan yang tidak dapat dikendalikanlah yang bisa menjadi musuh bagi
diri kita sendiri.
Dalam lontar Kekawin Sad Ripu ini, disebutkan pula Kama atau nafsu yang akan menjadi musuh
dalam diri kita, yaitu pada Zang III.6
Nitiambek
maharep satjoembana lawan parada, ja ta ragaparja ja ja/ tan lèn dwèsa
ngarania, salwiraniking oelah hajoe pinakaliking hati/ jèka rakwamangoen
wjaring agama darmika jan atoeta ri samangkana/ tandwèkan oemarèng jamanda
kadoenoeng, jamabala manikep mangamboeli.
Artinya :
Pikirannya selalu ingin bercumbu rayu
dengan para perawan itulah yang namanya nafsu. Tidak lain dwesa namanya, segala
perbuatan yang baik semua menjijikkan hatinya. Hal itulah yang menyebabkan
rusaknya agama, dharma jika hal seperti itu dituruti. Tak urung datang
kepenjelmaan yang fana ditujunya. Prajurit batara yama yang menangkap dan
mengkroyok.
Jadi
itulah nafsu yang akan menimbulkan kehancuran bagi kita menurut Lontar kekawin Sad Ripu, yang harus kita kenali
sehingga kita bisa mengendalikan nafsu tersebut.
2.1.2 Lobha ( Tamak, Rakus )
Lobha
berarti tamak atau rakus yang sifatnya negatif sehingga merugikan orang lain.
Lobha yang sifatnya negatif akan menyebabkan seseorang terdorong untuk
melakukan kejahatan karena merasa tidak pernah puas dengan apa yang
dimilikinya. Contohnya tindakan mencuri, merampok dan sebagainya. Lobha yang
sifatnya positif hendaknya dipertahankan, seperti tidak puas terhadap ilmu
pengetahuan yang positif, lobha terhadap amal / dana punia. Dalam Lontar Kekawin Sad Ripu disebutkan pula lobha yang akan menjadi musuh dalam diri
kita yaitu terdapat pada Zang III.5
Singgih
pwèkinaran alas jati lemeh-lemeh anoehoeki hana tan besoer/ ambek boeat toeroe
tan patangia. Tang anidra pangaranika jan samangkana/ salwirning magawè prabita ri hati ja tika baja ngarania
tan wanèh/ tresna pwèki ngarania, ambekika nitia karaket ika tan kenèng pasah.
Artinya :
Sungguh-sungguh yang
disebut hutan jati sesungguhnya, bermalas-malas, selalu menuruti keadaan dan
tidak pernah puas. Dan selalu ketiduran dan tak pernah sadar hal itulah yang
disebut ketiduran. Segala yang menyebabkan kebingungan di dalam hati itulah
yang disebut bahaya. Keterikatan itu namanya, pikirannnya selalu terikat tidak
bisa dipisahkan.
Jadi
dalam lontar ini disebutkan kalau kita tidak sadar akan apa yang kita inginkan,
dan selalu merasa tidak puas, kita disebut dalam keadaan tertidur, sehingga
dibutuhkan kesadaran agar kita mampu membuka mata kita dan mengendalikan musuh
yang ada dalam diri kita tersebut.
2.1.3 Krodha ( Kemarahan )
Krodha
berarti kemarahan. Orang yang tidak bisa mengendalikan amarahnya akan
menyebabkan kerugian pada diri sendiri maupun orang lain. Pada dasarnya setiap
manusia pasti memiliki amarah, namun bila amarah yang meledak-ledak dan kita
tidak dapat mengendalikannya, itulah yang akan menjadi musuh dalam diri kita,
seperti halnya yang disebutkan dalam lontar Kekawin
Sad Ripu ini yang terdapat pada Zang VII .1
Lèn
tèkang hana djantawa wiwada lèn wang nitiasanggeng poerik/ Krodambeknika nitia
tan toeta moewah ring wang gawe niatoekar/ ndan tan wroeh mangiket kasatwan i
manahnia kroda lagieniwe/ Jogjèka wroehaneka nitia ja mahakrodinaran tar waneh.
Artinya :
Lain lagi
adajantawawiwada lain lagi orang yang selalu berbuat tidak baik . kemarahan
selalu pada pikirannya dan selalu tidak diikuti lagi oleh orang yang diajak
bertengkar. Dan tidak tahu berbuat kesucian pada pikirannya. Kemarahan selalu
dibuatnya. Patut hal itu di pahami. Itulah disebut orang yang mempunyai kemarahan besar tiada
lain.
Itulah
Krodha yang disebutkan dalam Lontar Kekawin Sad Ripu ini, bila kita tidak
mampu mengendalikannya jelaslah kita akan menemui suatu kehancuran.
2.1.4 Moha
( Kebingungan )
Moha
berarti kebingungan yang dapat menyebabkan pikiran menjadi gelap sehingga
seseorang tidak dapat berfikir secara jernih. Hal ini akan menyebabkan orang
tersebut tidak mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Akibatnya hal – hal
yang menyimpang akan dilakukannya. Banyak penyebab seseorang menjadi bingung,
seperti marah, mendapatkan masalah yang berat, kehilangan sesuatu yang dicintai
dan sebagainya. Dalam Lontar ini Kebingungan disebutkan pada Zang VI. 5.
Hana
djanma nitia tan anoenggal
angen-angenikati garwita/ ateher masoek-wetoe tang ambek ika tan anoeteng na
jottama/ ngoeniwèh sawang goeloenikang pasir watjananika nda tan lana/ ja
tjamoendi namanika tan toetena tekapi sang wroehèng naja.
Artinya :
Ada orang yang selalu
tidak tunggal angan-angannya sangat luas. Dan juga keluar masuk nafasnya itu
tidak menurut cara yang utama. Apalagi semua orang dikatakan sebagai pasir
tidak langgeng. Yaitu namanya adalah camondi. Tidak perlu ditiru oleh orang
yang sudah pintar.
Orang
yang seperti apa yang disebutkan diatas, pikirannya selalu bercabang, tidak
pernah tetap pendirian, itulah yang disebut dengan bingung. Kebingungan inilah
yang akan menyebabkan timbulnya suatu kebodohan.
2.1.5 Mada ( Mabuk)
Mada
berarti mabuk. Orang mabuk pikiran tidak berfungsi secara baik. Akibatnya
timbulah sifat – sifat angkuh, sombong, takabur dan mengucapkan kata – kata
yang menyakitkan hati orang lain. Seperti mabuk kekayaan yang dimilikinya,
mabuk karena ketampanan. Dalam lontar Kekawin
Sad Ripu disebutkan pula bagaimana orang itu mabuk dalam Zang VII.2.
Wang
garwita manahnia nitia amangoen tan swastaning rat kabeh/ Andestianeloeh
angratjoen samanikang djantwenoepa jenoelah/ Tan ngosen makire ngoelah koe
winangoen tar hjoen samatrèng hajoe/ Dewi doerga ngarania kawakanikang
djantwange oelah mangkana.
Artinya :
Orang yang selalu
mempunyai kesombongan didalam hatinya selalu membuat ketidak tenangan kepada
semua orang. Anesti ,Aneluh, Meracun. Sama dengan orang yang selalu membuat
kerusuhan. Tidak memikirkan keselamatan orang lain, hanya dirinya sendiri, dewi
durgalah namanya perwujudan orang yang berulah seperti itu.
Jadi mabuk merupakan
keadaan dimana kita selalu merasa bahwa diri kitalah yang benar, sehingga
seringkali kita bersifat sombong, dan selalu memikirkan diri kita sendiri.
2.1.6 Matsarya ( Dengki, Iri Hati )
Matsarya
berarti dengki atau iri hati. Hal ini akan menyiksa diri sendiri dan dapat
merugikan orang lain. Orang yang matsarya merasa hidupnya susah, miskin,
bernasib sial, sehingga akan menyiksa batinnya sendiri. Selain itu bila iri
terhadap kepunyaan orang lain maka akan menimbulkan rasa ingin memusuhi,
berniat jahat, melawan dan bertengkar, sehingga merugikan orang lain. Orang
yang selalu bersifat dengki ini disebutkan dalam lontar Kekawin Sad Ripu pada Zang VII.3.
Wang
lagiati miramoedji goenani sang dosadnja Sang Pandita/ Denianabda taman
panohara woewoesniasing pinoedjienalem/ jeki wang toehoe jan wisesa
paramanindiatma noeng ring djagat/ jan mangka lingikamoedji para-param
jokinaran tatsini.
Artinya :
Orang yang selalu tidak
memuji keutamaan dan selalu menghina pandita. Tatkala dia berbicara tidak ada
yang menarik hati. Semua perkataannya yang disanjung-sanjung. Inilah orang yang
sungguh-sungguh utama dan berjiwa luhur keadaannya dibumi ini. Jika demikian
ucapan orang yang memujinya, orang kebanyakan menyebut tat sini.
Sifat dengki inilah
yang akan menimbulkan kehancuran bagi kita, sebaiknya kita harus mengendalikan
sifat ini sehingga kita akan memperoleh suatu kedamaian dalam hidup.
2.2
Cara Mengatasi Keenam Musuh
Dalam
lontar Kekawin Sad Ripu ini juga
disebutkan bagaimana kita mengatasi keenam musuh yang ada dalam diri kita ini
yaitu terdapat pada Zang IV.1.
Tekwan
panimbata ri sadripoe kawroeh ing twas/ nirbita lagi pangilang baja ring dalem
twas/ djagra lan tika panirnakenèng anidra/ nitiotsaha pwa wangoenen pameding
alasja.
Artinya :
Dan lagi yang digunakan
untuk memusnahkan keenam musuh itu adalah pengetahuan didalam pikiran. Tidak
takut untuk menghilangkan bahaya didalam hati. Kesadaran itulah yang di gunakan
memusnahkan tidur yang lelap selalu membangkitkan usaha keselamatan.
Jadi
sesungguhnya kita hidup didunia ini bila kita tidak manyadari keenam musuh ini
kita disebut tidur, yang artinya kita masih belum mengenali keenam musuh yang
sangat berbahaya ini. Inilah perlunya kita menyadari keenam musuh ini, yang
dalam lontar ini disebutkan dengan jalan mengendalikan dan memperbanyak
pengetahuan dalam pikiran, karena di dalam dirikita pikiranlah yang menjadi pengendali
segalanya, ketika kita sudah mampu mengendalikan pikiran kita kea rah yang
benar yang sesuai dengan dharma, maka kita akan mampu mengenali musuh kita dan
mengendalikannya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dalam lontar sad ripu
menceritakan tentang kekaguman seorang pengarang terhadap kemahakuasaan ida
sang hyang widhi wasa dalam wujud siva natha raja, yang sanggup mengendalikan
seluruh alam. Beliau merupakan inti sari dari pikiran dan merupakan cikal bakal
dari kesadaran. Beliau mampu mengadakan baik buruk, beliau selalu dicari-cari
namun tak dapat difikirkan, dan tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Mengendalikan
sifat-sifat dari Sad Ripu adalah hal mutlak yang patut kita lakukan. Banyaklah
kita diberikan pencerahan baik dari orang tua, guru, penglingsir,
lingkungan yang baik, serta pula dari guru kerohanian agar terhindar dari sad
ripu ini. Dan secara simbolis bahwa ada upacara metatah atau potong gigi
yang dapat pula sebagai upacara yang berkaitan dengan pengurangan sad ripu
tersebut.
3.2
Saran
dalam
hal ini penulis menyarankan agar kita sebagai umat manusia menyadari terlebih
dahulu apa saja musuh-musuh yang ada dalam diri kita, sehingga kita mampu
mengendalikannya dan mampu berjalan sesuai ajaran Dharma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar