Rabu, 13 Januari 2016

kajian lontar kekawin sad ripu



 kajian lontar kekawin sad ripu

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam lontar sad ripu menceritakan tentang kekaguman seorang pengarang terhadap kemahakuasaan ida sang hyang widhi wasa dalam wujud siva natha raja, yang sanggup mengendalikan seluruh alam. Beliau merupakan inti sari dari pikiran dan merupakan cikal bakal dari kesadaran. Beliau mampu mengadakan baik buruk, beliau selalu dicari-cari namun tak dapat difikirkan, dan tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Karena rasa kagumnya pengarang tersebut selalu menyembah arca paduka batara nataraja, selalu memohon pengampunan atas segala papa dan selalu meminta anugrah dan memohon agar dijauhkan dari segala mala petaka dan dapat dijernihkan fikirannya sehingga beliau bisa mengarang kekawin yang ada pada lontar sad ripu dengan rasa utama (ketulua iklasan)
Dalam lontar tersebut lebih banyak menceritakan tentang sad ripu (enam musuh yang ada dalam diri manusia) yang bisa menyebabkan kehancuran bagi manusia itu sendiri. Maka dari itu segala nafsu keinginan, rasa dengki atau iri hati, rasa sombong, mabuk, kemarahan dan kebingungan tentang mana yang baik dan yang buruk harus dapat hindari dan ditekan keberadaanya dalam diri.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kajian Lontar Kekawin Sad Ripu
            “Sad Ripu” berasal dari dua suku kata yaitu Sad yang artinya enam, ripu artinya musuh yang ada pada diri kita masing-masing.jadi Sad Ripu merupakan enam Musuh yang ada dalam diri manusia. Pada dasarnya manusia menginginkan apa yang disebut kesucian itu. Maka pada saat sadar manusia menyadari dirinya dan ingin berbuat baik serta tidak ingin dikatakan menjadi orang yang tidak baik. Namun demmikian, oleh karena adanya musuh-musuh didalam diri manusia itu masing-masing yang selalu dan setiap saat dapat timbul, bila kesadaran seseorang menurun yang biasa menimbulkan perbuatan-perbuatan manusia kearah perilaku yang tidak terpuji yang disebabkan oleh pengaruh musuh-musuh itu yang ada dalam diri manusia, maka sangatlah perlu musuh-musuh itu bukannya terdapat diluar diri kita saja, tapi musuh yang paling berbahaya adalah musuh yang terdapat daam diri kita sendiri.
            Dalam Lontar Kekawin Sad Ripu menyebutkan tentang keenam musuh yang terdapat pada diri manusia tersebut yaitu pada zang III.3,4
Zang III.3
Wroeh ngwang jan tjatajaden tekap sang adikara kawi, ja ta linampoening nghoeloen / dening harsa roemengoeaken goerit I sang kawi nipoena/ pinanditèng langö/ jèki karananing mangö tjoematakamrih aniroe – niroe solahing kawi/ wanten sad ripoe satroe sang jati lana , ja tika katekanèng palambange
Artinya :
Sadar hamba jika hamba dihina oleh sang pujangga besar mudah-mudahan hamba bisa diampuni dan hamba ikhlaskan. Oleh karena hamba senang mendengarkan gita/nyanyian sang kawi suci: sangat pintar di dalam mengarang hal itulah yang menyebabkan hamba yang hina ini sangat ingin meniru laksana sang kawi. Ada enam musuh di dalam hati selalu memusuhi orang yang mencari keselamatan. Jika tidak tahu dengan akibatnya bisa menyebabkan kegelapan dan membuat kenerakaan.
Zang III.4
Nahan tèki wilangnia, sadripoe kajatnakena tekapi sang, soedarmika kajatnakena tekapi sang soedarmika/ ndan lwirnièking hala. Sia nidira, baja, tresna, ngoenijoeni sira tatan temang/ dwèsa, genep pwa wilangnia sad ripoe hanèng hati, lanamoesoeh ing mapèt hajoe/ jan tan weroeh ring pamignanèki magawè peteng anemahaken swatapaka
Artinya :
Demikianlah bilangan Sadripu yang dijelaskan oleh beliau Sudarmika yang memiliki kedarman utama dan di waspadai selalu oleh Sudarmika. Namun yang disebut sebagai penyebab bahaya, malas, kebahayaan, keterikatan, dari dulu beliau tidak menjumpai. Ditambah dengan kemarahan lengkap sudah bilangan Sadripu yang ada dalam hati, selalu memusuhi pda yang sedang mencari keselamatan. Jika tidak tahu dengan penangkalnya dapat menyebabkan kegelapan dan menjadikan diri papa.
Adapun keenam musuh yang ada dalam diri manusia ini dimaksud ialah :
2.1.1 Kama ( Nafsu, Keinginan )
Kama yang dimaksud dalam sad ripu ini adalah nafsu atau keinginan yang bersifat negatif. Manusia memang harus memiliki keinginan, tanpa keinginan hidup ini akan terasa datar sekali. Akan tetapi keinginan yang tidak dapat dikendalikanlah yang bisa menjadi musuh bagi diri kita sendiri.
Dalam lontar Kekawin Sad Ripu ini, disebutkan pula Kama atau nafsu yang akan menjadi musuh dalam diri kita, yaitu pada Zang III.6
Nitiambek maharep satjoembana lawan parada, ja ta ragaparja ja ja/ tan lèn dwèsa ngarania, salwiraniking oelah hajoe pinakaliking hati/ jèka rakwamangoen wjaring agama darmika jan atoeta ri samangkana/ tandwèkan oemarèng jamanda kadoenoeng, jamabala manikep mangamboeli.
Artinya :
Pikirannya selalu ingin bercumbu rayu dengan para perawan itulah yang namanya nafsu. Tidak lain dwesa namanya, segala perbuatan yang baik semua menjijikkan hatinya. Hal itulah yang menyebabkan rusaknya agama, dharma jika hal seperti itu dituruti. Tak urung datang kepenjelmaan yang fana ditujunya. Prajurit batara yama yang menangkap dan mengkroyok.
            Jadi itulah nafsu yang akan menimbulkan kehancuran bagi kita menurut Lontar kekawin Sad Ripu, yang harus kita kenali sehingga kita bisa mengendalikan nafsu tersebut.
2.1.2 Lobha ( Tamak, Rakus )
Lobha berarti tamak atau rakus yang sifatnya negatif sehingga merugikan orang lain. Lobha yang sifatnya negatif akan menyebabkan seseorang terdorong untuk melakukan kejahatan karena merasa tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Contohnya tindakan mencuri, merampok dan sebagainya. Lobha yang sifatnya positif hendaknya dipertahankan, seperti tidak puas terhadap ilmu pengetahuan yang positif, lobha terhadap amal / dana punia. Dalam Lontar Kekawin Sad Ripu disebutkan pula lobha yang akan menjadi musuh dalam diri kita yaitu terdapat pada Zang III.5
Singgih pwèkinaran alas jati lemeh-lemeh anoehoeki hana tan besoer/ ambek boeat toeroe tan patangia. Tang anidra pangaranika jan samangkana/ salwirning  magawè prabita ri hati ja tika baja ngarania tan wanèh/ tresna pwèki ngarania, ambekika nitia karaket ika tan kenèng pasah.
Artinya :
Sungguh-sungguh yang disebut hutan jati sesungguhnya, bermalas-malas, selalu menuruti keadaan dan tidak pernah puas. Dan selalu ketiduran dan tak pernah sadar hal itulah yang disebut ketiduran. Segala yang menyebabkan kebingungan di dalam hati itulah yang disebut bahaya. Keterikatan itu namanya, pikirannnya selalu terikat tidak bisa dipisahkan.
            Jadi dalam lontar ini disebutkan kalau kita tidak sadar akan apa yang kita inginkan, dan selalu merasa tidak puas, kita disebut dalam keadaan tertidur, sehingga dibutuhkan kesadaran agar kita mampu membuka mata kita dan mengendalikan musuh yang ada dalam diri kita tersebut.
2.1.3 Krodha ( Kemarahan )
Krodha berarti kemarahan. Orang yang tidak bisa mengendalikan amarahnya akan menyebabkan kerugian pada diri sendiri maupun orang lain. Pada dasarnya setiap manusia pasti memiliki amarah, namun bila amarah yang meledak-ledak dan kita tidak dapat mengendalikannya, itulah yang akan menjadi musuh dalam diri kita, seperti halnya yang disebutkan dalam lontar Kekawin Sad Ripu ini yang terdapat pada Zang VII .1
Lèn tèkang hana djantawa wiwada lèn wang nitiasanggeng poerik/ Krodambeknika nitia tan toeta moewah ring wang gawe niatoekar/ ndan tan wroeh mangiket kasatwan i manahnia kroda lagieniwe/ Jogjèka wroehaneka nitia ja mahakrodinaran tar waneh.

Artinya :
Lain lagi adajantawawiwada lain lagi orang yang selalu berbuat tidak baik . kemarahan selalu pada pikirannya dan selalu tidak diikuti lagi oleh orang yang diajak bertengkar. Dan tidak tahu berbuat kesucian pada pikirannya. Kemarahan selalu dibuatnya. Patut hal itu di pahami. Itulah disebut  orang yang mempunyai kemarahan besar tiada lain.
            Itulah Krodha yang disebutkan dalam Lontar Kekawin Sad Ripu ini, bila kita tidak mampu mengendalikannya jelaslah kita akan menemui suatu kehancuran.
2.1.4 Moha  ( Kebingungan )
Moha berarti kebingungan yang dapat menyebabkan pikiran menjadi gelap sehingga seseorang tidak dapat berfikir secara jernih. Hal ini akan menyebabkan orang tersebut tidak mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Akibatnya hal – hal yang menyimpang akan dilakukannya. Banyak penyebab seseorang menjadi bingung, seperti marah, mendapatkan masalah yang berat, kehilangan sesuatu yang dicintai dan sebagainya. Dalam Lontar ini Kebingungan disebutkan pada Zang VI. 5.
Hana djanma nitia  tan anoenggal angen-angenikati garwita/ ateher masoek-wetoe tang ambek ika tan anoeteng na jottama/ ngoeniwèh sawang goeloenikang pasir watjananika nda tan lana/ ja tjamoendi namanika tan toetena tekapi sang wroehèng naja.
Artinya :
Ada orang yang selalu tidak tunggal angan-angannya sangat luas. Dan juga keluar masuk nafasnya itu tidak menurut cara yang utama. Apalagi semua orang dikatakan sebagai pasir tidak langgeng. Yaitu namanya adalah camondi. Tidak perlu ditiru oleh orang yang sudah pintar.
            Orang yang seperti apa yang disebutkan diatas, pikirannya selalu bercabang, tidak pernah tetap pendirian, itulah yang disebut dengan bingung. Kebingungan inilah yang akan menyebabkan timbulnya suatu kebodohan.
2.1.5 Mada ( Mabuk)
Mada berarti mabuk. Orang mabuk pikiran tidak berfungsi secara baik. Akibatnya timbulah sifat – sifat angkuh, sombong, takabur dan mengucapkan kata – kata yang menyakitkan hati orang lain. Seperti mabuk kekayaan yang dimilikinya, mabuk karena ketampanan. Dalam lontar Kekawin Sad Ripu disebutkan pula bagaimana orang itu mabuk dalam Zang VII.2.
Wang garwita manahnia nitia amangoen tan swastaning rat kabeh/ Andestianeloeh angratjoen samanikang djantwenoepa jenoelah/ Tan ngosen makire ngoelah koe winangoen tar hjoen samatrèng hajoe/ Dewi doerga ngarania kawakanikang djantwange oelah mangkana.
Artinya :
Orang yang selalu mempunyai kesombongan didalam hatinya selalu membuat ketidak tenangan kepada semua orang. Anesti ,Aneluh, Meracun. Sama dengan orang yang selalu membuat kerusuhan. Tidak memikirkan keselamatan orang lain, hanya dirinya sendiri, dewi durgalah namanya perwujudan orang yang berulah seperti itu.
Jadi mabuk merupakan keadaan dimana kita selalu merasa bahwa diri kitalah yang benar, sehingga seringkali kita bersifat sombong, dan selalu memikirkan diri kita sendiri.
2.1.6 Matsarya ( Dengki, Iri Hati )
Matsarya berarti dengki atau iri hati. Hal ini akan menyiksa diri sendiri dan dapat merugikan orang lain. Orang yang matsarya merasa hidupnya susah, miskin, bernasib sial, sehingga akan menyiksa batinnya sendiri. Selain itu bila iri terhadap kepunyaan orang lain maka akan menimbulkan rasa ingin memusuhi, berniat jahat, melawan dan bertengkar, sehingga merugikan orang lain. Orang yang selalu bersifat dengki ini disebutkan dalam lontar Kekawin Sad Ripu pada Zang VII.3.
Wang lagiati miramoedji goenani sang dosadnja Sang Pandita/ Denianabda taman panohara woewoesniasing pinoedjienalem/ jeki wang toehoe jan wisesa paramanindiatma noeng ring djagat/ jan mangka lingikamoedji para-param jokinaran tatsini.
Artinya :
Orang yang selalu tidak memuji keutamaan dan selalu menghina pandita. Tatkala dia berbicara tidak ada yang menarik hati. Semua perkataannya yang disanjung-sanjung. Inilah orang yang sungguh-sungguh utama dan berjiwa luhur keadaannya dibumi ini. Jika demikian ucapan orang yang memujinya, orang kebanyakan menyebut  tat sini.
Sifat dengki inilah yang akan menimbulkan kehancuran bagi kita, sebaiknya kita harus mengendalikan sifat ini sehingga kita akan memperoleh suatu kedamaian dalam hidup.
2.2 Cara Mengatasi Keenam Musuh
            Dalam lontar Kekawin Sad Ripu ini juga disebutkan bagaimana kita mengatasi keenam musuh yang ada dalam diri kita ini yaitu terdapat pada Zang IV.1.
Tekwan panimbata ri sadripoe kawroeh ing twas/ nirbita lagi pangilang baja ring dalem twas/ djagra lan tika panirnakenèng anidra/ nitiotsaha pwa wangoenen pameding alasja.
Artinya :
Dan lagi yang digunakan untuk memusnahkan keenam musuh itu adalah pengetahuan didalam pikiran. Tidak takut untuk menghilangkan bahaya didalam hati. Kesadaran itulah yang di gunakan memusnahkan tidur yang lelap selalu membangkitkan usaha keselamatan.
            Jadi sesungguhnya kita hidup didunia ini bila kita tidak manyadari keenam musuh ini kita disebut tidur, yang artinya kita masih belum mengenali keenam musuh yang sangat berbahaya ini. Inilah perlunya kita menyadari keenam musuh ini, yang dalam lontar ini disebutkan dengan jalan mengendalikan dan memperbanyak pengetahuan dalam pikiran, karena di dalam dirikita pikiranlah yang menjadi pengendali segalanya, ketika kita sudah mampu mengendalikan pikiran kita kea rah yang benar yang sesuai dengan dharma, maka kita akan mampu mengenali musuh kita dan mengendalikannya.













BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Dalam lontar sad ripu menceritakan tentang kekaguman seorang pengarang terhadap kemahakuasaan ida sang hyang widhi wasa dalam wujud siva natha raja, yang sanggup mengendalikan seluruh alam. Beliau merupakan inti sari dari pikiran dan merupakan cikal bakal dari kesadaran. Beliau mampu mengadakan baik buruk, beliau selalu dicari-cari namun tak dapat difikirkan, dan tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Mengendalikan sifat-sifat dari Sad Ripu adalah hal mutlak yang patut kita lakukan. Banyaklah kita diberikan pencerahan baik dari orang tua, guru, penglingsir, lingkungan yang baik, serta pula dari guru kerohanian agar terhindar dari sad ripu ini. Dan secara simbolis bahwa ada upacara metatah atau potong gigi yang dapat pula sebagai upacara yang berkaitan dengan pengurangan sad ripu tersebut.
3.2  Saran
dalam hal ini penulis menyarankan agar kita sebagai umat manusia menyadari terlebih dahulu apa saja musuh-musuh yang ada dalam diri kita, sehingga kita mampu mengendalikannya dan mampu berjalan sesuai ajaran Dharma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar