Rabu, 13 Januari 2016

KONSEPSI KETUHANAN ANIMISME DAN DINAMISME YANG ADA DI PURA SARI, DESA SELAT PANDAN BANTEN



Animisme dan Dinamisme

Sebelum membahas tentang konsepsi ketuhanan Animisme dan Dinamisme yang ada di Pura Sari, Desa Selat Pandan Banten, alangkah lebih baiknya kita membahas apa itu Animisme dan Dinamisme.  Sejak dulu masyarakat hidup dengan kesederhanaan dalam berbagai aspek, baik aspek materi maupun aspek kepercayaan. Pada dasarnya, hidup mereka tergantung pada alam yang ada disekitar mereka sebab alamlah satu-satunya sumber kehidupan. Oleh karena itu bagi mereka alam merupakan faktor yang sangat dominan.
Hal seperti itulah yang menimbulkan suatu kepercayaan dalam diri mereka bahwa alam inilah yang memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan manusia. Maka dari itu muncullah berbagai keyakinan terhadap kekuatan-kekuatan di luar kemampuan manusia seperti halnya keyakinan terhadap roh ( Animisme ) dan keyakinan terhadap benda-benda yang meliki kekuatan-kekuatan tertentu ( Dinamisme ).
Di Bali pada umumnya, dari dulu sampai sekarang sangatlah melekat akan kepercayaan mengenai kekuatan-kekuatan diluar batas kemampuan manusia ini. Dibuktikan dengan banyaknya Batu-batu ataupun pohon-pohon yang dijadikan sarana menghubungkan diri dengan tuhan, dan dipercaya memiliki kekuatan-kekuatan spiritual, ataupun kepercayaan akan adanya roh-roh leluhur.
Untuk mengetahui konsepsi ketuhanan Animisme dan Dinamisme di Pura Sari, Desa Selat Pandan Banten, akan dimulai dari pembahasan tentang Sejarah Desa Selat Pandan Banten itu sendiri, karena memiliki kaitan yang sangat erat dengan Pura Sari itu.


Sejarah Desa Selat Pandan Banten

            Menurut Prasisti Gobleg Pura Batur Nomor 10.11 disebut bahwa Desa Selat menjadi batas Utara Desa Pasraman Tamblingan. Disebut pula bahwa Ida Bhatara Dalem Tamblingan Ida Sri Maharaja Wira Tamblingan yang beristana di Tamblingan memerintahkan kedua putranya supaya pindah dari Tamblingan. Ida Bhatara Dalem Tamblingan bersabda : agar putranya yg lebih tua yang mabiseka Ida Dalem Bodjog Mambet diperintahkan menuju ke Gobleg, yang diiringi oleh 5 orang pengikutnya antara lain : I Pasek, I Bendesa,I Pengeter,, I Kubayan dan Pengengeng. Adiknya yang mabiseka Ida Dalem Dewa Rejana  diperintahkan menuju ke Selat yang diiringi oleh 4 orang pengikutnya, diantaranya : I Pasek, I Bendesa, Pengenter, dan I Kubayan.
Dalam perjalanan Ida Bhatara ke Selat tidak di ceritakan, dan akhirnya tibalah pada suatu tempat yang datar, disanalah beliau beristirahat bersama pengikutnya, dari tempat itu beliau merencanakan akan menuju tempat (bukit ) yang lebih tinggi yang berada di sebelah Utara. Setelah matang rencana beliau lalu memberikan petuah-petuan kepada semua pengikutnya, agar nantinya tempat peristirahatan ini diberi nama “Pura Kaleson” dan kemudian diberi nama Pura Laya Loyo serta terahir diberi nama “Pura Sukajati” Kemudian beliau melanjutkan perjalanan meuju ke bukit disebelah Utara, karena perjalanan menuju bukit cukup jauh lalu beliau beristirahat di suatu tempat, di tempat peristirahatan ini beliau bersabda kepada pengikutnya “ Wahai para pengikutku : Kelak tempat peristirahatanku ini supaya di beri nama “Gintungan”.
Beliau melanjutkan perjalanan menuju kearah Barat Laut menuju tempat yang datar, di tempat itu beliau ingin tinggal menetap bersama pengikutnya. Sesampainya di tempat yang datar itu, beliau meminta kepada para pengikutnya supaya di buatkan singasana. Para pengikutnya lalu membuatkan singgasana yang berupa batarateng (pondasi). Karena tempat tersebut sanggat tinggi sehingga sangat sulit untuk mendapatkan air, lalu beliau berpikir lagi untuk pindah dan mencari tempat yang mudah untuk mendapatkan air.
Sebelum beliau pindah dari tempat tersebut, beliau bersabda kepada pengikutnya” wahai semua pengikutku : Kelak tempat peristirahatanku ini diberi mana “Penataran”
Kemudian beliau melanjutkan perjalanan ke arah Timur dan sampailah pada tempat yang berbukit,beliau beristirahat di tempat ini di bawah pohon warsiki. Dari tempat ini beliau melepas pandanganya ke arah empat penjuru untuk melihat-lihat tempat yang sesuai menurut beliau. Pada waktu itu kebetulan beliau melihat ke arah  pucuk pohon warsiki, dilihatnyalah di pucuk pohon warsiki  tersebut ada binatang nyangnyang yang cukup besar, lalu sebelum pergi meninggalkan tempat ini beliau bersabda” wahai para pengikutku : kelak dikemudian hari tempat ini supaya diberi nama “Nyangnyangan” sekarang Bukit Gunung Sekar. Nah Disinilah Nantinya keberadaan Pura Sari itu sebagai pura yang dipergunakan untuk memuja beliau hingga sekarang.
Tidak terkisahkan perjalanan beliau sampailah pada suatu lembah (tempat yang rendah) suasannya sanggat sejuk, karena berada di pinggir pertemuan dua buah sunggai ( campuran bahasa Bali) lalu beliau beristirahat di tempat ini. Di tempat ini beliau ingin mengaturkan sujud bhakti kepada ayahnya yang beristana di Dalem Tamlingan. Beliau memanggil para pengikutnya untuk membuatkan sarana upacara. Karena di tempat itu tidak ada pohon kelapa, yang ada hanya pohon pandan , maka pada waktu itu daun pandanlah yang dipakai sebagai alas sarana upacara. Diiringi oleh pengikutnya di tempat inilah beliau melaksanakan Yoga Semadi ngaturang sujud bakti kehadapan ayahnya yang beristana di Dalem Tamblingan. Selesai beryoga I Pasek dan I Kubayan lalu bermusyawarah bahwa mereka tidak bisa melanjutkan mengikuti Ida Bhatara, mereka ingin tinggal menetap di tempat itu, karena sudah sepakat keduanya, dan keduanya menghadap Ida Bhatara  lalu mengatur sembah : Paduka yang mulia, hamba tidak bisa melanjutkan mengikuti perjalanan yang mulia, karena hamba sudah sepakat berdua untuk tinggal menetap di tempat ini,tetapi hati hamba tetap setia dan subakti kepada paduka yang mulia. Lalu Ida Bhatara bersabda : wahai pengikutku, I Pasek dan Kubayan, kalau itu memang  kehendak Pasek dan Kubayan, itu tidak apa-apa, kamu berdua tinggalah di tempat ini, dan kelak dikemudian hari tempat tinggal Pasek dan Kubayan ini berilah nama “Mailan” yang berasal dari kat “Mai” dan “lan”.
Karena I Pasek dan I Kubanyan sudah mendapatkan tempat tinggal menetap, lalu Ida Bhatara melanjutkan perjalana hanya di iringi oleh I Bendesa, dan I Pengeter. Beliau melanjutkan perjalanan ke arah Utara  dan sampailah pada suatu tempat, di mana ditempat itu terdapat batu yang cukup besar, dari atas batu itulah beliau beryoga untuk berhubungan dengan ayahndaNya yang berada di Dalem Tamblingan, lama kelamaan batu ini di sebut “Batu Bantenan”. Setelah lama beliau tinggal bersama pengikutnya di tempat ini lalu beliau naik Tahta yang diberi nama “ Dalem Purwa”. Di tempat beliau beristana dikelilingi oleh hutan pandan, sehingga para pengikutnya tidak sulit lagi untuk mencari sarana upacara. Oleh karena stana Ida Bhatara dan tempat tinggal I Pasek dan I Kubayan di batasi oleh hutan pandan maka maka tempat beliau berstana disebut “Selat Pandan Banten”.
Setelah beliau naik Tahta, beliau mengumpulkan semua pengikutnya dan bersabda : wahai semua pengikutku pada hari ini aku mengumpulkan kalian bertujuan untuk memberi tugas-tugas kepada kalian semua.
 Dengarkanlah wahai pengikutku :
  • I Pasek saya tugaskan untuk menegakkan pelaksanaan Panca Yadnya.
  • I Bendesa saya beri tugas untuk menegakan kendali dalam Pemerintahan di Desa Adat.
  • I Pengenter bertugas menjadi pemegang kendali pemerintahan pada wilayah Desa Selat Pandan Banten.
  • I Kubayan bertugas sebagai pembantu I Pasek dan I Bendesa dalam melaksanakan upacara Yadnya.

Tidak terkisahkan berapa lama perkembangan Desa Selat, sampai akhirnya terjadi pemerintahan yang lebih modern, sehingga Desa Selat Pandan Banten terpimpin oleh keperbekelan.
Namun peninggalan-peninggalan tentang keberadaan kerajaan beliau ini sangat sedikit ditemukan, hanya ada Sarkofagus yang ditemukan beberapa tahun lalu, namun Sudah dipindahkan ke gedung Krtya Buleleng. Selain itu akhir-akhir ini juga ditemukan seperangkat gong, namun terbuat dari batu. Warga mempercayai bahwa Gong ini sangat erat kaitannya dengan sejarah ini. Letak ditemukannya Gong ini sangat dekat dengan lokasi ditemukannya Sarkofagus dan keberadaan Pura Sari ini.








Animisme dan Dinamisme Pada Pura Sari

            Pura Sari Merupakan Sebuah Pura yang terdapat di Desa Selat, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, tepatnya di banjar Gunung Sekar.
            Seperti yang ada pada cerita Sejarah Desa Selat diatas, disebutkan bahwa perjalanan Ida Dalem Dewa Rejana  yang diperintahkan oleh ayahnya Ida Sri Maharaja Wira Tamblingan ke Desa Selat. Disebutkan bahwa Ida Bhatara sempat beristirahat dibawah sebuah pohon warsiki dan duduk diatas batu besar sambil melihat kearah 4 penjuru, dan dikatakan bahwa bliau juga sempat melakukan semadhi di tempat ini. Ditempat peristirahatan Beliau inilah sekarang menjadi Pura Sari dan batu besar yang menjadi tempat untuk bliau bersemadhi ini dijadikan pelinggih utama yaitu pemujaan terhadap Ida Dalem Dewa Rejana.
            Pura Sari merupakan Sebuah Pura yang keseluruhannya pelinggihnya merupakan sekumpulan batu-batu yang yang berkumpul sedemikian rupa seperti halnya pura-pura pada biasanya namun kesemua pelinggih baik pelinggih utama maupun pelinggih-pelinggih lain yang banyak terdapat disana semuanya merupakan batu-batu yang dari dulu hingga sekarang tidak pernah dan tidak diperbolehkan menurut kepercayaan masyarakat desa Selat untuk mengubah atau membuatkan pelinggih baru untuk menggatikan batu ini, bahkan tidak ada yang memindahkan posisi dari pelinggih batu yang ada di Pura Sari ini, jadi dari awal adanya Pura hingga sekarang bentuk dan posisi Pura ini tidak pernah berubah. Oleh karena itu konsep dinamisme sangat kental terhadap pura ini.
            Nah adapun unsur Animisme yang terdapat pada Pura Sari ini ialah, terdapat pemujaan pada roh leluhur yaitu raja yang diceritakan pada sejarah Desa Selat yang saya ceritakan diatas, namun sekarang beliau dikenal dengan sebutan Ida Bhatara Ratu Ngurah Gede. Adapun stana Ida Bhatara Ratu Ngurah Gede ini terdapat pada pelinggih batu utama yang berada ditengah-tengah dan disamping-sampingnya terdapat pula pelinggih-pelinggih lainnya.
            Pura Sari ini dijujungjung oleh Desa selat sebagai salah satu pura tertua yang yang ada di Desa Selat ini. Dan akhir-akhir ini Pura ini menjadi sangat terkenal bahkan sampai keluar Desa Selat sendiri, guna untuk mencari kesembuhan atau sebatas meditasi biasa saja, karena pura letak pura ini yang yang berada pada perkebunan yang tinggi sehingga membuat hawa menjadi sangat sejuk dan sangat tenang karena sangat jauh dari keramaian, mengakibatkan pura ini sangat cocok sebagai tempat meditasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar