Animisme dan Dinamisme
Sebelum membahas tentang konsepsi ketuhanan
Animisme dan Dinamisme yang ada di Pura Sari, Desa Selat Pandan Banten,
alangkah lebih baiknya kita membahas apa itu Animisme dan Dinamisme. Sejak
dulu masyarakat hidup dengan kesederhanaan dalam berbagai aspek, baik aspek
materi maupun aspek kepercayaan. Pada dasarnya, hidup mereka tergantung pada
alam yang ada disekitar mereka sebab alamlah satu-satunya sumber kehidupan.
Oleh karena itu bagi mereka alam merupakan faktor yang sangat dominan.
Hal seperti itulah yang menimbulkan suatu
kepercayaan dalam diri mereka bahwa alam inilah yang memiliki kekuatan yang
melebihi kekuatan manusia. Maka dari itu muncullah berbagai keyakinan terhadap
kekuatan-kekuatan di luar kemampuan manusia seperti halnya keyakinan terhadap
roh ( Animisme ) dan keyakinan terhadap benda-benda yang meliki kekuatan-kekuatan
tertentu ( Dinamisme ).
Di Bali pada umumnya, dari dulu sampai
sekarang sangatlah melekat akan kepercayaan mengenai kekuatan-kekuatan diluar
batas kemampuan manusia ini. Dibuktikan dengan banyaknya Batu-batu ataupun
pohon-pohon yang dijadikan sarana menghubungkan diri dengan tuhan, dan
dipercaya memiliki kekuatan-kekuatan spiritual, ataupun kepercayaan akan adanya
roh-roh leluhur.
Untuk mengetahui konsepsi ketuhanan
Animisme dan Dinamisme di Pura Sari, Desa Selat Pandan Banten, akan dimulai
dari pembahasan tentang Sejarah Desa Selat Pandan Banten itu sendiri, karena
memiliki kaitan yang sangat erat dengan Pura Sari itu.
Sejarah Desa Selat Pandan Banten
Menurut Prasisti Gobleg Pura Batur Nomor 10.11 disebut bahwa Desa
Selat menjadi batas Utara Desa Pasraman Tamblingan. Disebut pula bahwa Ida
Bhatara Dalem Tamblingan Ida Sri Maharaja Wira Tamblingan yang beristana di
Tamblingan memerintahkan kedua putranya supaya pindah dari Tamblingan. Ida
Bhatara Dalem Tamblingan bersabda : agar putranya yg lebih tua yang mabiseka
Ida Dalem Bodjog Mambet diperintahkan menuju ke Gobleg, yang diiringi oleh 5
orang pengikutnya antara lain : I Pasek, I Bendesa,I Pengeter,, I Kubayan dan
Pengengeng. Adiknya yang mabiseka Ida Dalem Dewa Rejana diperintahkan menuju ke Selat yang diiringi
oleh 4 orang pengikutnya, diantaranya : I Pasek, I Bendesa, Pengenter, dan I
Kubayan.
Dalam perjalanan
Ida Bhatara ke Selat tidak di ceritakan, dan akhirnya tibalah pada suatu tempat
yang datar, disanalah beliau beristirahat bersama pengikutnya, dari tempat itu
beliau merencanakan akan menuju tempat (bukit ) yang lebih tinggi yang berada
di sebelah Utara. Setelah matang rencana beliau lalu memberikan petuah-petuan
kepada semua pengikutnya, agar nantinya tempat peristirahatan ini diberi nama
“Pura Kaleson” dan kemudian diberi nama Pura Laya Loyo serta terahir diberi
nama “Pura Sukajati” Kemudian beliau melanjutkan perjalanan meuju ke bukit
disebelah Utara, karena perjalanan menuju bukit cukup jauh lalu beliau beristirahat
di suatu tempat, di tempat peristirahatan ini beliau bersabda kepada
pengikutnya “ Wahai para pengikutku : Kelak tempat peristirahatanku ini supaya
di beri nama “Gintungan”.
Beliau
melanjutkan perjalanan menuju kearah Barat Laut menuju tempat yang datar, di
tempat itu beliau ingin tinggal menetap bersama pengikutnya. Sesampainya di
tempat yang datar itu, beliau meminta kepada para pengikutnya supaya di buatkan
singasana. Para pengikutnya lalu membuatkan singgasana yang berupa batarateng
(pondasi). Karena tempat tersebut sanggat tinggi sehingga sangat sulit untuk
mendapatkan air, lalu beliau berpikir lagi untuk pindah dan mencari tempat yang
mudah untuk mendapatkan air.
Sebelum beliau
pindah dari tempat tersebut, beliau bersabda kepada pengikutnya” wahai semua
pengikutku : Kelak tempat peristirahatanku ini diberi mana “Penataran”
Kemudian beliau
melanjutkan perjalanan ke arah Timur dan sampailah pada tempat yang
berbukit,beliau beristirahat di tempat ini di bawah pohon warsiki. Dari tempat
ini beliau melepas pandanganya ke arah empat penjuru untuk melihat-lihat tempat
yang sesuai menurut beliau. Pada waktu itu kebetulan beliau melihat ke
arah pucuk pohon warsiki, dilihatnyalah
di pucuk pohon warsiki tersebut ada
binatang nyangnyang yang cukup besar, lalu sebelum pergi meninggalkan tempat
ini beliau bersabda” wahai para pengikutku : kelak dikemudian hari tempat ini
supaya diberi nama “Nyangnyangan” sekarang Bukit Gunung Sekar. Nah Disinilah
Nantinya keberadaan Pura Sari itu sebagai pura yang dipergunakan untuk memuja
beliau hingga sekarang.
Tidak
terkisahkan perjalanan beliau sampailah pada suatu lembah (tempat yang rendah)
suasannya sanggat sejuk, karena berada di pinggir pertemuan dua buah sunggai (
campuran bahasa Bali) lalu beliau beristirahat di tempat ini. Di tempat ini
beliau ingin mengaturkan sujud bhakti kepada ayahnya yang beristana di Dalem
Tamlingan. Beliau memanggil para pengikutnya untuk membuatkan sarana upacara.
Karena di tempat itu tidak ada pohon kelapa, yang ada hanya pohon pandan , maka
pada waktu itu daun pandanlah yang dipakai sebagai alas sarana upacara.
Diiringi oleh pengikutnya di tempat inilah beliau melaksanakan Yoga Semadi
ngaturang sujud bakti kehadapan ayahnya yang beristana di Dalem Tamblingan.
Selesai beryoga I Pasek dan I Kubayan lalu bermusyawarah bahwa mereka tidak
bisa melanjutkan mengikuti Ida Bhatara, mereka ingin tinggal menetap di tempat
itu, karena sudah sepakat keduanya, dan keduanya menghadap Ida Bhatara lalu mengatur sembah : Paduka yang mulia,
hamba tidak bisa melanjutkan mengikuti perjalanan yang mulia, karena hamba
sudah sepakat berdua untuk tinggal menetap di tempat ini,tetapi hati hamba
tetap setia dan subakti kepada paduka yang mulia. Lalu Ida Bhatara bersabda :
wahai pengikutku, I Pasek dan Kubayan, kalau itu memang kehendak Pasek dan Kubayan, itu tidak
apa-apa, kamu berdua tinggalah di tempat ini, dan kelak dikemudian hari tempat
tinggal Pasek dan Kubayan ini berilah nama “Mailan” yang berasal dari kat “Mai”
dan “lan”.
Karena I Pasek
dan I Kubanyan sudah mendapatkan tempat tinggal menetap, lalu Ida Bhatara
melanjutkan perjalana hanya di iringi oleh I Bendesa, dan I Pengeter. Beliau
melanjutkan perjalanan ke arah Utara dan
sampailah pada suatu tempat, di mana ditempat itu terdapat batu yang cukup
besar, dari atas batu itulah beliau beryoga untuk berhubungan dengan ayahndaNya
yang berada di Dalem Tamblingan, lama kelamaan batu ini di sebut “Batu
Bantenan”. Setelah lama beliau tinggal bersama pengikutnya di tempat ini lalu
beliau naik Tahta yang diberi nama “ Dalem Purwa”. Di tempat beliau beristana
dikelilingi oleh hutan pandan, sehingga para pengikutnya tidak sulit lagi untuk
mencari sarana upacara. Oleh karena stana Ida Bhatara dan tempat tinggal I
Pasek dan I Kubayan di batasi oleh hutan pandan maka maka tempat beliau
berstana disebut “Selat Pandan Banten”.
Setelah beliau
naik Tahta, beliau mengumpulkan semua pengikutnya dan bersabda : wahai semua
pengikutku pada hari ini aku mengumpulkan kalian bertujuan untuk memberi
tugas-tugas kepada kalian semua.
Dengarkanlah wahai pengikutku :
- I Pasek saya tugaskan untuk menegakkan pelaksanaan Panca Yadnya.
- I Bendesa saya beri tugas untuk menegakan kendali dalam Pemerintahan di Desa Adat.
- I Pengenter bertugas menjadi pemegang kendali pemerintahan pada wilayah Desa Selat Pandan Banten.
- I Kubayan bertugas sebagai pembantu I Pasek dan I Bendesa dalam melaksanakan upacara Yadnya.
Tidak
terkisahkan berapa lama perkembangan Desa Selat, sampai akhirnya terjadi
pemerintahan yang lebih modern, sehingga Desa Selat Pandan Banten terpimpin
oleh keperbekelan.
Namun
peninggalan-peninggalan tentang keberadaan kerajaan beliau ini sangat sedikit
ditemukan, hanya ada Sarkofagus yang ditemukan beberapa tahun lalu, namun Sudah
dipindahkan ke gedung Krtya Buleleng. Selain itu akhir-akhir ini juga ditemukan
seperangkat gong, namun terbuat dari batu. Warga mempercayai bahwa Gong ini
sangat erat kaitannya dengan sejarah ini. Letak ditemukannya Gong ini sangat
dekat dengan lokasi ditemukannya Sarkofagus dan keberadaan Pura Sari ini.
Animisme dan Dinamisme Pada Pura Sari
Pura Sari Merupakan Sebuah Pura yang terdapat di Desa Selat,
Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, tepatnya di banjar Gunung Sekar.
Seperti yang ada pada cerita Sejarah
Desa Selat diatas, disebutkan bahwa perjalanan Ida Dalem Dewa Rejana yang diperintahkan oleh ayahnya Ida Sri
Maharaja Wira Tamblingan ke Desa Selat. Disebutkan bahwa Ida Bhatara sempat
beristirahat dibawah sebuah pohon warsiki dan duduk diatas batu besar sambil
melihat kearah 4 penjuru, dan dikatakan bahwa bliau juga sempat melakukan
semadhi di tempat ini. Ditempat peristirahatan Beliau inilah sekarang menjadi
Pura Sari dan batu besar yang menjadi tempat untuk bliau bersemadhi ini
dijadikan pelinggih utama yaitu pemujaan terhadap Ida Dalem Dewa Rejana.
Pura
Sari merupakan Sebuah Pura yang keseluruhannya pelinggihnya merupakan
sekumpulan batu-batu yang yang berkumpul sedemikian rupa seperti halnya
pura-pura pada biasanya namun kesemua pelinggih baik pelinggih utama maupun
pelinggih-pelinggih lain yang banyak terdapat disana semuanya merupakan
batu-batu yang dari dulu hingga sekarang tidak pernah dan tidak diperbolehkan
menurut kepercayaan masyarakat desa Selat untuk mengubah atau membuatkan
pelinggih baru untuk menggatikan batu ini, bahkan tidak ada yang memindahkan
posisi dari pelinggih batu yang ada di Pura Sari ini, jadi dari awal adanya
Pura hingga sekarang bentuk dan posisi Pura ini tidak pernah berubah. Oleh
karena itu konsep dinamisme sangat kental terhadap pura ini.
Nah adapun unsur Animisme yang terdapat
pada Pura Sari ini ialah, terdapat pemujaan pada roh leluhur yaitu raja yang
diceritakan pada sejarah Desa Selat yang saya ceritakan diatas, namun sekarang
beliau dikenal dengan sebutan Ida Bhatara Ratu Ngurah Gede. Adapun stana Ida
Bhatara Ratu Ngurah Gede ini terdapat pada pelinggih batu utama yang berada
ditengah-tengah dan disamping-sampingnya terdapat pula pelinggih-pelinggih
lainnya.
Pura Sari ini dijujungjung oleh Desa
selat sebagai salah satu pura tertua yang yang ada di Desa Selat ini. Dan
akhir-akhir ini Pura ini menjadi sangat terkenal bahkan sampai keluar Desa
Selat sendiri, guna untuk mencari kesembuhan atau sebatas meditasi biasa saja,
karena pura letak pura ini yang yang berada pada perkebunan yang tinggi
sehingga membuat hawa menjadi sangat sejuk dan sangat tenang karena sangat jauh
dari keramaian, mengakibatkan pura ini sangat cocok sebagai tempat meditasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar